Rabu, 22 Agustus 2012

Cerpen

Sialnya Nasib

Suatu hari tepatnya har Minggu setelah shalat Shubuh, Adi berjalan-jalan ke Cikakak. Adi tidak sendirian, tetapi dia bersama teman-temannya, yaitu Jawik, Anto, Dodi, Agus dan Apri. Adi dan teman-temannya berjalan-jalan lewat kampung. Diperjalanan, Adi dan teman-temannya sambil menyalakan petasan. Petasan itu bervariasi, ada yang kecil dan ada yang besar. Jawik dan Agus membawa petasan yang besar sekitar 3 ons, sedangkan Anto, Dodi dan Adi membawa petasan kecil. Petasan itu akan digunakan di lapangan, terutama yang besar. Petasan yang kecil dinyalakan diperjalanan.
Diperjalanan, Anto dan Dodi menyalakan petasan kecil itu. Saat dinyalakan lalu dilempar ke kali yang di situ ada orang yang sedang buang air besar. Lalu petasan itu meledak dan orang yang sedang buang air besar itu masuk kekali dan basah kuyup. Anto dan Dodi berlari, tetapi Jawik, Agus dan Apri tidak berlari. Sehingga  mereka yang dimarahi. “Siapa yang membunyikan petasan?” Tanya orang tersebut. “Dia pak”jawab Andi. Orang tersebut menjawab “Disini Cuma ada kalian!”. Apri menjawab “Ya sudah pak, saya minta maaf”. Orang itu menjawab “Ya sudah, tetapi jangan diulangi lagi ya!”. Kami menjawab “ Ya pak”. Kami melanjutkan perjalanan lagi. Setelah sampai di lapangan, kami berperang petasan dengan sangat sengitnya. Lalu Jawik dan Agus menyalakan petasan yang besar itu. Kami dan teman-teman yang berada di Cikakak sudah menutup telinga, tetapi petasan itu ternyata tidak meledak-ledak. Jawik kesal karena petasan yang dibuatnya tidak meledak.
Jawik langsung meniup petasan itu. Duarrrr!!! Duarrr!!! Petasan itu meledak, maka Jawik putih seperti setan. Adi dan teman-teman tertawa terbahak-bahak. Jawik berkata “Asem, ketiban sial aku!” Lalu muka Jawik dicuci di kali.


Kenakalan Remaja

Pak Agus sedang mengajar murid-murid SMP nya dalam pelajaran olah raga. Seperti biasanya Pak Agus akan menyuruh murid-muridnya melakukan pemanasan untuk peregangan otot. Tiba di satu bagian, dimana murid-murid berbaring dan mengangkat kaki lalu menggerakkannya seperti sedang mengayuh sepeda. Pak Agus terus memperhatikan seorang muridnya yang pada mulanya menggerakkan kakinya tiba-tiba menghentikan kakinya. Lalu Pak Agus membentak muridnya yang bernama Duwek.

Pak Agus: "Woiiii Wek, apa sebabnya kamu berhenti hah"


Duwek: "Oh Pak Agus, sepeda saya tengah turun bukit Pak, itu sebabnya saya berhenti.Takkan mau mengayuh juga."
 

Waktu pelajaran telah habis. Sebelum keluar kelas, Pak Agus bertanya kepada murid-muridnya.


Pak Agus: "Siapa mau masuk surga? "


Semua murid mengangkat tangan kecuali Duwek. Lalu Pak Agus pun bertanya,


Pak Agus: "Duwek , kenapa kamu tidak mau masuk syurga?"


Duwek: "Mak saya bilang sehabis sekolah, terus pulang kerumah, jangan pergi kemana-mana. "


 
 
Pak Agus sedang mengajar Bahasa Indonesia dalam kelas 1 A

Pak Agus: "Duwek, bisa kamu membuat kalimat dengan menggunakan perkataan tepung? "


Duwek: "Itu mudah saja Pak, kalimatnya adalah…. emak sedang membuat kue di dapur. "


Pak Agus: "Mana tepungnya?? "


Duwek: "Tepungnya kan di campur di dalam kue itu Pak.. "


Pada saat pelajara Biologi:


Pak Agus: "Bejo,
coba terangkan apakah tugas akar pohon pisang? "

Bejo: "Untuk mencari makanan, Pak."


Pak Agus: "Bagus! Sekarang giliran Wati. Apakah tugas batang pohon pisang? "


Wati : "Untuk membawa makanan yang dicari akarnya, Pak."


Pak Agus: "Bagus! Sekarang giliran Duwek. Apakah tugas daun pisang? "


Duwek: "untuk membungkus makanan , Pak… "


Pak Agus: "uii… bagus sekali… berdiri di depan kelas sampai habis pelajaran.. "

 

Puisi

Segelap Malam

Segelap itu kah hatimu?
Hitam bagaikan dunia tanpa surya
Kesunyian yang kurasakan karnamu
Karna dirimu telah tiada..

Sedingin Salju

Kulitmu yang begitu putih
Wajahmu yang begitu halus
Dengan hati yang begitu dingin
Teganya dirimu meninggalkanku

Secantik Permata

Kecantikanmu tiada tanding
Bagaikan permata dari surga
Diriku selalu kagum akan dikau
Wahai belahan jiwaku..